Kemuliaan dan Keistimewaan Masjid Nabawi
PENJELASAN BAHWA HUKUM-HUKUM YANG TELAH LEWAT MENCAKUP SELURUH MASJID-MASJID YANG ADA KECUALI MASJID NABAWI
Kemudian, ketahuilah bahwa hukum yang telah di sampaikan terdahulu mencakup seluruh masjid, baik besar maupun kecil, masjid lama maupun baru. Hal itu berdasarkan keumuman yang ada pada dalil-dalil yang berkaitan dengan masalah ini, sehingga tidak ada pengecualian satu masjid pun yang terdapat makam di dalamnya, kecuali masjid Nabawi yang mulia. Sebab, Masjid Nabawi ini mempunyai keistimewaan khusus yang tidak di miliki oleh salah satu pun masjid yang di bangun di atas kubur. Hal itu berdasarkan pada sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : (( صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ [ فإنه أفضل ] )) (رواه البخاري ومسلم).
“Sholat di masjidku ini lebih baik seribu sholat di banding dengan sholat di masjid-masjid yang lainnya, kecuali Masjidil Haram (karena sesungguhnya ia lebih utama)”. HR Bukhari dan Muslim.
Demikian pula sabda beliau yang lainnya:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ((مَا بَيْنَ بَيْتِي وَمِنْبَرِي رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ )) (رواه البخاري ومسلم)
“Antara rumahku dan mimbarku merupakan salah satu taman dari taman-taman surga”. HR Bukhari dan Muslim.
Serta berbagai keutamaan yang lainnya. Oleh karena itu, jika dikatakan makruh sholat di masjid Nabawi tersebut maka berarti telah menyamakan antara masjid Nabawi dengan masjid-masjid yang lainya dan telah menghilangkan keutamaan yang terdapat padanya, dan jelas hal itu tidak diperbolehkan, sebagaimana sudah demikian jelas adanya.
Pengertian ini kami ambil dari ucapannya Ibnu Taimiyyah di halaman yang lalu, yang menjelaskan tentang dibolehkannya mengerjakan sholat-sholat karena suatu sebab di waktu-waktu yang terlarang, sebagaimana sholat diperbolehkan pada waktu-waktu tersebut, karena dengan melarangnya, akan menghilangkan kesempatan sholat tersebut, di mana tidak mungkin untuk mendapatkan keutamaanya karena telah tertinggal waktunya. Demikian juga sholat di dalam masjid Nabawi.
Kemudian saya mendapatkan Ibnu Taimiyyah mengucapkan hal itu secara jelas. Di dalam kitabnya, al-Jawaabul Baahir fii Zauril Maqaabir hal: 22/1-2: “Sholat di dalam masjid yang di bangun di atas kubur secara mutlak di larang, berbeda dengan masjid Nabawi. Sebab, sholat di dalam masjid beliau ini sama dengan seribu sholat di masjid lain, karena ia didirikan berdasarkan ketakwaan. Masjid ini menjadi kehormatannya beliau selama hidup beliau dan para Khulafa’ur Rasyidin sebelum di masukannya kamar Aisyah ke dalam masjid tersebut. Dan kamar itu di masukan ke dalam masjid setelah habisnya masa Sahabat”.
Lebih lanjut beliau mengatakan di hal: 67/1-69/2: “Sebelum di gabungnya kamar Aisyah ke dalam masjid, masjid Nabawi sangatlah afdhal. Dan keutamaan masjid ini adalah bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam membangun masjid ini untuk diri beliau sendiri dan orang-orang mukmin. Beliau sholat hanya untuk Allah Shubhanahu wa ta’alla, juga orang-orang mukmin sampai hari kiamat. Bagaimana tidak, sedangkan beliau bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ((صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ)) (رواه البخاري ومسلم).
“Shalat di masjidku ini lebih baik dari pada sholat yang di kerjakan di masjid-masjid lainnya, kecuali Masjidil Haram”. HR Bukhari dan Muslim.
Dan beliau juga bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : (( لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ : الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى ومَسْجِدِي هَذَا )) (رواه البخاري ومسلم).
“Janganlah melakukan perjalanan (untuk ibadah) kecuali ke tiga masjid: Masjidil Haram, Masjidil Aqsha, dan Masjidku ini”. HR Bukhari dan Muslim.
Keutamaan yang ada pada masjid ini sudah ada sejak sebelum di masukannya kamar Aisyah ke dalam masjid. Dengan demikian, tidak boleh menganggap bahwa dengan masuknya kamar Aisyah itu ke dalam masjid, maka masjid itu menjadi lebih utama dari sebelumnya. Sebenarnya, mereka tidak bermaksud memasukkan kamar Aisyah ke dalam masjid, akan tetapi mereka bermaksud untuk memperluas area masjid dengan memasukkan kamar isteri-isteri Nabi, sehingga dengan terpaksa kamar itu masuk ke dalam komplek area masjid, dengan adanya sikap ulama salaf yang memakruhkannya.”.
Kemudian beliau mengatakan 55/1-2: “Barangsiapa yang mempunyai keyakinan bahwa masjid tersebut sebelum ada makam di dalamnya tidak mempunyai keutamaan, karena Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan sholat di dalamnya bersama orang-orang Muhajirin dan Anshar, akan tetapi keutamaan tersebut baru muncul pada masa kekhalifahan al-Walid bin Abdul Malik, yaitu pada saat di masukkannya kamar di mana Nabi meninggal ke dalam masjidnya, -perkataan seperti ini tidak mungkin terlontar melainkan oleh orang-orang yang benar-benar bodoh atau orang kafir, maka dia sudah mendustakan apa yang dibawa oleh Rasulallah Shalallahu’alaihi wa sallam dan dia berhak untuk di bunuh. Para Sahabat mereka biasa berdo’a di dalam masjid beliau, sebagaimana mereka dulu juga biasa berdo’a di sana pada masa beliau masih hidup. Dan tidak ada syari’at bagi mereka selain syari’at yang telah diajarkan oleh beliau kepada mereka pada masa hidup nya. Dan beliau melarang mereka untuk menjadikan kuburan beliau sebagai tempat perayaan atau kuburan yang di rubahnya menjadi masjid, yang di pergunakan untuk mengerjakan sholat kepada Allah Ta’ala, dan larangan tersebut dalam rangka menutup jalan kesyirikan. Mudah-mudahan Allah Shubhanahu wa ta’alla melimpahkan kesejahteraan serta keselamatan kepada beliau dan keluarganya. Dan semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla memberikan balasan kepada beliau dengan balasan yang baik dari apa yang telah di berikan seorang Nabi kepada umatnya, di mana beliau telah menyampaikan risalah dan menunaikan amanat, menasehati umat, berjihad karena Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan sebenar-benarnya, serta beribadah kepada -Nya hingga ajal menjemputnya”.
Dan akhirnya inilah akhir dari apa yang telah diberikan taufik oleh Allah Ta’ala dalam mengumpulkan risalah ini. Dan segala puji hanya bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla yang dengan nikmat -Nya, amal sholeh menjadi sempurna dan kebaikan pun menjadi langgeng. Maha Suci Engkau ya Allah, dan segala puji hanya bagi -Mu. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak untuk di sembah selain Engkau, aku memohon ampunan dan bertaubat kepada -Mu. Sholawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad Salallhu ‘alaihi wa sallam, Nabi yang umi, kepada keluarga serta sahabat beliau.
و صلى الله عليه وسلم على نبينا محمد النبي الأمي وعلى آله وصحبه وسلم
وآخر دعوانا أن الحمدلله رب العالمين.
[Disalin dari تحذير الساجد من اتخاذ القبور مساجد (Peringatan Keras Untuk Para Penyembah Kubur) : Syaikh Al-Alamah Muhammad Nashirudin Al-Albani , Penerjemah Abu Umamah Arif Hidayatullah. Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2013 – 1434]
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/82364-kemuliaan-dan-keistimewaan-masjid-nabawi.html